Anggap saja kekalahan 0-6 dari Korea Utara di babak perempat final Piala Asia U-17 sebagai pelajaran berharga, yang sama sekali tak perlu dibawa ke hati dan merusak mimpi.
Jakarta (ANTARA) – Seperti mata uang yang selalu punya dua sisi berbeda, menerima kekalahan pun demikian.
Ada kekecewaan dan rasa sakit setiap kali mendapatkan kekalahan, namun di dalamnya ada pula “emas” yang tersembunyi, berupa pengalaman dan pelajaran berharga yang dapat membentuk tim menjadi lebih kuat.
Choe Song-hun (8′), Kim Yu-jin (19′), Ri Kyong-bong (48′), Kim Tae-guk (P 60′), Ri Kang-rim (61′), dan Pak Ju-won (77′) bergantian membuat gawang timnas U-17 Indonesia terkoyak menjadi lumbung gol pada babak perempat final Piala Asia U-17 2025 di Stadion Kota Olahraga Raja Abdullah, Senin (14/4).
Gol-gol itu menghukum dan menyingkirkan Indonesia, yang bermain gugup dan buruk sejak sepak mula, dengan kekalahan 0-6. Kekalahan ini membuka sebuah lubang besar, bahwa kekuatan Indonesia sejatinya masih jauh dari kata bagus untuk bersaing di level dunia meski sebelumnya memiliki statistik lima kemenangan dan satu kali seri sejak babak kualifikasi.
Dari babak kualifikasi, Indonesia cuma kemasukan satu gol. Itupun melalui sepakan penalti pemain Yaman ketika kedudukan sedang dalam keunggulan 2-0. Situasi mereka tertinggal lebih dulu baru terjadi ketika melawan Korea Utara, tim tersukses kedua di Piala Asia U-17 dengan dua piala.
Situasi ini nyatanya membuat Garuda Muda bingung bagaimana caranya bangkit dari situasi tertinggal lebih dulu. Gol Choe Song-hun membuat mereka panik, sehingga menyebabkan tak bermain tenang. Koordinasi permainan pun menjadi berantakan. Chemistry romantis antara Muhammad Al Gazani, Putu Panji, dan Mathew Baker di barisan pertahanan juga tak padu pada pertandingan ini.
Saat Korea Utara menguasai bola, Mierza Firjatullah menjadi satu-satunya pemain Indonesia yang menerapkan pressing di area depan untuk mengganggu distribusi bola dari bek-bek mereka. Sembilan pemain outfield lainnya memilih menunggu di area permainan sendiri.
Taktik ini dirasa sangat tidak efektif karena tekanan yang diberikan kepada bek-bek Korea Utara yang membawa bola, tidaklah cukup. Tekanan dari Mierza bagai angin lalu saja karena sangat mudah dilewati. Berbeda dengan Korea Utara, mereka terlihat berani menekan. Dua sampai tiga pemain mereka gunakan, bahkan saat bola untuk Indonesia masih berada di kiper Dafa Al Gasemi.
Di pertandingan ini, pelatih Nova Arianto juga tak menemukan formula yang tepat untuk menghentikan sirkulasi bola nyaman yang dikuasai oleh lini tengah Korea Utara yang diisi An Jin Sok, Ri Ro Gwon, Pak Kwang Song, dan Kim tae Guk.
Mental anak-anak asuh Nova mendapatkan puji-pujian selama tiga laga penyisihan grup, terutama ketika menang dramatis melawan Korea Selatan dan Afganistan. Publik menyanjung mental Garuda Muda di dua pertandingan itu seperti baja.
Namun, ketika dihadapkan lawan tangguh seperti Korea Utara, mental yang dielu-elukan itu tak menjawab ekspektasi. Padahal, sebuah tim hebat adalah tim yang tak hanya piawai menang, tetapi juga selalu tahu bagaimana caranya bangkit dari keterpurukan.
Menambah pemain berkualitas
Piala Dunia U-17 2025 akan dimulai sekitar tujuh bulan lagi di Qatar. Dari tujuh bulan itu, Indonesia U-17 wajib memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk memperbaiki kualitas mereka sebelum pergelaran kejuaraan dunia yang dihelat 3-27 November tersebut berlangsung.
Setelah kekalahan setengah lusin dari Korea Utara, Nova Arianto mengambil langkah awal dalam persiapan tujuh bulan menuju Piala Dunia U-17 dengan melakukan evaluasi dari empat pertandingan yang mereka jalani di Piala Asia U-17. Beberapa aspek yang menjadi sorotan adalah pengambilan keputusan di lapangan, aspek fisik, serta skill individu pemain.
Evaluasi itu segera ia berikan kepada PSSI, sebagai dasar untuk menyusun roadmap persiapan Garuda Muda menuju Piala Dunia U-17.
“Bagaimana kami lebih mempersiapkan pemain bukan hanya secara mental, tetapi secara skill individu mereka itu juga harus kami tingkatkan. Dan harapannya pemain bisa lebih siap dan pemain harus bisa lebih bekerja keras,” tutur Nova.
Dari segi pemain, Nova bisa melihat lagi apakah pemain-pemainnya di Piala Asia U-17 masih terjaga kualitasnya di November nanti atau tidak. Yang pasti, kekalahan dari Korea Utara telah membuka celah kelemahan yang harus segera dibenahi.
Mereka harus menggembleng dirinya masing-masing di klub dari segi skill, fisik, dan mental. Sementara federasi juga bisa menyiapkan pemusatan latihan serta laga uji coba internasional dengan tim kuat atau minimal selevel. Tujuannya adalah untuk mengekspos kelemahan tim Garuda Muda. Harapannya, kelemahan yang tampak pada laga uji coba segera diperbaiki sebelum kompetisi resmi dimulai.
Nova juga bisa menambah pemain baru ke dalam skuadnya untuk bisa benar-benar bersaing dan tak hanya sekedar meramaikan pergelaran Piala Dunia U-17. Pemain baru ini bisa ia dapatkan dari kompetisi Elite Pro Academy (EPA) atau membuka seleksi terbuka, yang dulu pernah ia lakukan saat mencari bakat-bakat muda terbaik untuk usia 16 tahun pada awal 2024.
Selain dari dua cara itu, mencari pemain diaspora dengan kualitas mumpuni juga bisa menjadi opsi. Dengan kualitas tim di Piala Dunia U-17 yang semakin beragam dan tentunya lebih tangguh, penting bagi Nova untuk memiliki kualitas dan kedalaman skuad yang bagus.
Format baru, ada peluang untuk Indonesia
Mulanya, format Piala Dunia U-17 2025 yang nantinya diselenggarakan lima tahun beruntun di Qatar dimainkan dengan format mini-turnamen yang diisi 48 peserta.
Sebanyak 48 peserta itu dibagi ke empat mini-turnamen, masing-masing 12 tim, dengan setiap mini-turnamen dibagi ke dalam tiga grup yang berisi empat peserta.
Singkatnya, setiap pemenang turnamen mini dan finalis terbaik lolos ke babak final. Babak ini menentukan pemenang sejati turnamen. Format ini akan menyajikan 78 pertandingan di Piala Dunia U-17 2025.
Namun, FIFA melakukan perubahan format pada Maret 2025. Mereka mengubah format ini agar menyerupai format Piala Dunia tingkat senior tahun 2026. Bukan memakai mini-turnamen, nantinya 48 tim akan dibagi ke dalam 12 grup yang masing-masing diisi empat tim.
Babak gugur tak dimulai pada babak 16 besar seperti edisi-edisi sebelumnya saat masih memakai 24 tim. Babak gugur Piala Dunia U-17 2025 akan dimulai pada babak 32 besar, 16 besar, perempat final, semifinal, perebutan tempat ketiga, dan final. Total pertandingan yang akan digelar sebanyak 104 pertandingan.
Setiap juara dan runner-up grup akan lolos ke babak gugur. Sisanya, delapan peringkat terbaik babak grup berhak mendapatkan tiket ke babak hidup dan mati. Jumlah peringkat tiga terbaik yang lolos ini lebih banyak dua kali lipat dari edisi sebelumnya.
Di edisi 2023 yang dihelat di Indonesia, sang tuan rumah gagal lolos ke fase berikutnya karena menghuni peringkat terakhir ranking peringkat ketiga terbaik. Saat itu, Indonesia yang diasuh Bima Sakti mengoleksi dua poin, hasil imbang 1-1 kontra Ekuador dan Panama.
Indonesia bersama tiga negara lainnya, Afrika Selatan, Ceko, dan Swiss, menjadi negara yang akan memainkan partisipasi keduanya di Piala Dunia U-17. Keempat negara ini mengoleksi jumlah tampil tepat di atas lima negara debutan seperti Republik Irlandia, Fiji, El Savador, Uganda, dan Zambia.
Amerika Serikat dan Brasil menjadi negara paling sering mengikuti turnamen ini yaitu sebanyak 19 kali. Artinya, kedua negara ini hanya absen sekali di Piala Dunia U-17 yang tahun ini menggelar edisi ke-20. Sementara itu, juara bertahan Jerman akan memainkan partisipasi ke-12-nya di Piala Dunia U-17 sejak debut pada 1985.
Adapun, format baru ini jelas menguntungkan Indonesia untuk mencuri kesempatan lolos. Satu kemenangan saja di babak penyisihan akan sangat penting membawa Garuda Muda berpeluang lolos melalui jalur peringkat tiga terbaik.
Yang terpenting adalah memaksimalkan persiapan selama kurang lebih tujuh bulan mendatang. Dengan format yang membuka lebih banyak slot ke fase gugur, peluang Indonesia untuk mencetak sejarah baru terbuka lebih lebar.
Garuda Muda tak perlu terbebani target tinggi. Mereka cukup mengingat bahwa selama di Piala Asia U-17 2025, mereka pernah tampil sangat menjanjikan, dengan pertahanan lapis baja dan serangan cepat yang begitu efektif.
Anggap saja kekalahan 0-6 dari Korea Utara di babak perempat final Piala Asia U-17 sebagai pelajaran berharga, yang sama sekali tak perlu dibawa ke hati dan merusak mimpi. Ambil pengalaman di Piala Asia U-17 sebanyak-banyaknya sebagai bekal menatap Piala Dunia U-17 lebih kuat dan lebih matang.
Masyarakat Indonesia tak perlu menghakimi dan mencaci maki anak-anak muda itu setelah kekalahan kemarin. Inkonsistensi di level muda di bawah 20 tahun adalah hal wajar.
Bagaimanapun juga, mereka adalah anak-anak 16-17 tahun yang sudah membuat Indonesia bangga.
Baca juga: Nova Arianto akan persiapkan peta jalan menuju Piala Dunia U-17
Copyright © ANTARA 2025