Dalam forum yang sama, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha FHUI, Ditha Wiradiputra, memberikan penjelasan hukum terkait tuduhan kartel yang sedang diproses KPPU.
Menurutnya, tidak ditemukan indikasi adanya kesepakatan harga sebagaimana pola umum praktik kartel.
“Biasanya, kartel dilakukan untuk menaikkan harga rendah menjadi tinggi demi keuntungan lebih besar. Dalam konteks industri pinjol, justru yang dilakukan adalah menurunkan manfaat ekonomi. Jadi, di mana letak keuntungan lebih bagi perusahaan?” ucap Ditha.
Ia menegaskan, pasal yang dijeratkan KPPU kepada penyelenggara pinjaman daring adalah Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang price fixing, bukan Pasal 11 tentang kartel.
“Ada miskonsepsi jika menyebutnya kartel. Undang-undang kita membedakan jelas antara Pasal 5 dan Pasal 11,” katanya.
Ditha juga menilai, proses persidangan dugaan praktik kartel di KPPU bisa menimbulkan efek samping. Jika tidak dilihat secara jernih, hal ini berpotensi mengurangi minat investor asing untuk masuk ke industri fintech di Indonesia.
Sumber: merdeka.com