Analisis menunjukkan kelompok ini memisahkan diri dari populasi manusia lainnya sekitar 50.000 tahun lalu. Meskipun kelompok ini sekarang dianggap punah sebagai populasi terpisah, jejak genetik mereka masih tersisa dalam DNA penduduk Afrika Utara modern.
Selain genetika, penemuan ini juga mengubah pemahaman kita tentang bagaimana peradaban berkembang di Sahara. Penduduk Takarkori diketahui telah beralih dari gaya hidup berburu-meramu menjadi penggembala (pastoralis) yang memelihara sapi, domba, dan kambing.
Menariknya, perubahan gaya hidup ini ternyata bukan disebabkan oleh datangnya kelompok manusia baru yang menggantikan penduduk lama, melainkan melalui adopsi budaya.
“Penemuan ini mengungkapkan bagaimana pastoralisme menyebar di Gurun Sahara Hijau, kemungkinan besar melalui pertukaran budaya daripada migrasi skala besar,” ujar peneliti utama, Nada Salem, seperti dilansir indiandefencereview.com.
Temuan ini membuktikan bahwa difusi budaya penyebaran ide dan teknologi memainkan peran lebih besar daripada migrasi massal dalam sejarah kuno Afrika.
Penduduk Takarkori tidak digantikan oleh pendatang baru; mereka beradaptasi, mengadopsi cara beternak, namun tetap mempertahankan identitas genetik unik mereka selama ribuan tahun sebelum akhirnya Sahara mengering dan memisahkan jejak mereka dari dunia modern.