PT Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid itu untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak).
Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014. Padahal, saat itu, Pertamina belum membutuhkan terminal BBM. Akibatnya, Pertamina rugi Rp 2,9 triliun hanya untuk penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).
“Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” kata Jaksa dalam dakwaannya, Senin 14 Oktober 2025.
Melalui Gading, kerja sama ini dilakukan meski saat itu terminal BBM Merak belum menjadi milik Riza maupun Kerry. Proses kerja sama berjalan lancar dan berhasil diteken lantaran Riza menjadi personal guarantee dalam pengajuan kredit kepada Bank BRI untuk melakukan akuisisi dan menjadikan PT Oiltanking Merak sebagai jaminan kredit.
Riza Chalid, Kerry Ardianto dan Gading melalui Irawan Prakoso mendesak Hanung untuk mempercepat proses kerjasama penyewaan Terminal BBM. Hanung dan Alfian Nasution selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 menindaklanjuti dengan meminta Direktur Utama PT Pertamina untuk melakukan penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak.
Selain itu, Kerry dan Gading meminta Alfian untuk menghilangkan klausul kepemilikan aset terminal BBM ini dalam nota kerja sama. Pada akhir perjanjian aset Terminal TBBM Merak tersebut tidak menjadi milik PT Pertamina.
“Kerja sama sewa TBBM dengan PT OTM tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan penunjukan langsung. Sebab, sewa TBBM Merak bukan termasuk barang atau jasa yang dibutuhkan bagi kinerja Pertamina dan bukan barang/jasa yang tidak dapat ditunda keberadaannya atau business critical asset,” kata jaksa.